Tetapkan Asumsi Makro 2021, Pemerintah Harus Kedepankan Prinsip Kehati-hatian

02-09-2020 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo saat Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dan Kepala BPS Suhariyanto, di Ruang KK I, Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (2/9/2020). Foto : Arief/Man

 

Komisi XI DPR RI menggelar rapat dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk membahas asumsi dasar ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Belanja dan Negara (RAPBN) Tahun 2021. Menanggapi asumsi makro yang disampaikan Pemerintah, Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengingatkan Pemerintah untuk mengedepankan prinsip kehati-hatian namun dengan tanpa mengurangi optimisme yang diciptakan. Menurutnya, dalam merumuskan asumsi dasar dalam kondisi ketidakpastian diperlukan kesamaan cara pandang pemerintah dalam menangani sektor keuangan.

 

Untuk itu, Andreas menilai Komisi XI DPR RI bisa mengambil kebijakan yang luar biasa untuk bisa menetapkan asumsi makro yang sesuai dengan situasi krisis seperti saat ini. Hal tersebut ia ungkapkan saat Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, yang seluruhnya hadir secara fisik di Ruang KK I, Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (2/9/2020).

 

“Pandemi Covid-19 ini tidak hanya menimbulkan resesi mau pun depresi, melainkan sebuah kelumpuhan atau paralysis, yaitu suatu sistem yang tiba-tiba beku. Artinya, buat kita belum punya pengalaman yang sama dengan apa yang pernah kita hadapi. Agar bisa kembali ke suatu yang berjalan normal dibutuhkan waktu yang panjang. Cara keluar pun tidak mudah karena butuh penyesuaian besar-besar di segala sektor. Maka kita, Komisi XI bisa mendapat asumsi makro berdasarkan angka-angka yang memang susah untuk perdebatkan, tetapi yang bisa kita tetapkan nanti adalah ujungnya,” kata politisi PDI-Perjuangan tersebut.

 

Langkah penting yang perlu ditempuh Pemerintah, menurut Andreas, yang pertama adalah pengendalian defisit. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi yang turun akan berdampak pada turunnya penerimaan negara dan berpengaruh pada belanja negara. Jika pertumbuhan ekonomi tidak tercapai, penerimaan negara turun dari rencana yang diberikan, maka tentu belanja negara perlu disesuaikan. Intinya, Andreas mengatakan defisitlah yang perlu dikendalikan, sehingga kualitas perencanaan belanja masih sangat penting ditentukan. 

 

“Jadi kita menentukan asumsi makro, tetapi kemudian dampak asumsi makro ini terhadap penerimaan dan defisit, ini yang mungkin perlu kita ambil ‘politik’ dalam anggaran kita. Menurut saya ini yang patut kita pertimbangkan. Karena kalau misalnya kita mau geser berapa susah juga, tetapi kita memberi catatan, penyesuaiannya tuh justru di pengendalian defisit. Karena ini menyangkut konsolidasi fiskal yang akan mulai kembali defisit ini di bawah angka 3 persen di tahun 2023. Ini jadi catatan pertama,” paparnya.

 

Catatan berikutnya, Andreas menilai penting bagi Pemerintah untuk menciptakan permintaan. Menurutnya, dalam situasi sekarang ini salah satu yang diharapkan adalah percepatan belanja pemerintah. Strategi percepatan anggaran dan penguatan kapasitas Kementerian/Lembaga maupun daerah sangat ditunggu untuk berjalan dengan memberikan gambaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) secara jelas.

 

“Bagaimana sejak awal ini bisa dilakukan, jangan seperti sekarang ini baru menyusun DIPA-nya. Ini kan sangat mendukung masalah menciptakan permintaan. Karena, kalau kita misalnya terlalu memaksa sektor keuangan maka perlu kehati-hatian karena sifatnya hanya mendorong permintaan tapi tidak menciptakan permintaan. Karena nanti kalau terlalu dipaksakan malah ujungnya menimbulkan masalah di kemudian hari,” imbuhnya.

 

Mengenai kebijakan extraordinary yang perlu dilakukan, Andreas kembali menekankan Pemerintah untuk menyesuaikan range asumsi makro yang akan ditetapkan. “Jadi kalau memang penerimaan negara turun, kita tentukan range-nya berapa, belanja harus menyesuaikan, sehingga defisitlah yang harus kita kendalikan. Kalau tidak, akan menjadi pertanyaan bagaimana konsolidasi fiskal nantinya. Karena itu sangat penting ambil kebijakan dasarnya, karena kalau situasi normal bisa kita perdebatkan makronya, tetapi kalau saat seperti ini angka tidak jadi masalah karena bisa dinamis,” tutup legislator dapil Jawa Timur V itu. (alw/sf)

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...